Bab 2051
Sosok-sosok penuh semangat melesat ke
arah Batu Delapan Sekte itu. Tatapan mereka menggelora, seolah mengejar harapan
yang lama dinanti.
Sementara itu.
Di dalam sebuah gua yang sunyi, Cello
yang tengah bertapa tiba-tiba membuka matanya. Tatapannya yang tajam mengarah
ke Batu Delapan Sekte, sedikit menyipit dengan rasa penasaran. "Ulah siapa
itu?" gumamnya pelan.
Dia termenung sejenak sebelum meraih
ponsel dan menelepon Marvel. Namun, telepon itu hanya berbunyi tanpa ada
jawaban.
Perlahan, jemarinya mencengkeram
ponsel lebih erat, dan kerutan tipis mulai menghiasi dahinya. Dia berbisik
dengan suaranya yang dingin, "Jadi ... ini jawabanmu?"
"Nggak mau jalur damai, maunya
jalur keras, ya ... gumamnya lagi, sambil menahan tawa yang lebih menyerupai
ejekan.
Di tempat lain, tepatnya di sebuah
kawah gunung berapi yang penuh dengan magma merah membara, seorang pria tengah
berendam. Tubuhnya yang kekar seolah tak terpengaruh panasnya magma. Kulitnya
tetap tenang, tanpa setitik pun raut kesakitan.
Mata pria itu perlahan terbuka,
memancarkan kilauan emas menyala. Pandangannya mengarah ke kejauhan, tepat di
mana Batu Delapan Sekte berdiri.
"Jalan Kejayaan telah dibuka,
ya..." ucapnya perlahan.
Dia berdiri, tubuhnya kokoh, dan
magma yang melekat di kulitnya mengalir turun, memperlihatkan kilau cahaya
samar seperti perisai di sekujur tubuhnya. Dengan santai, tangannya meraih
tombak panjang hitam yang tertancap di dekatnya.
Terdengar suara klang, tombak itu
bergetar seakan merespons hasrat bertarung yang membara dalam hati pemiliknya.
Tombak itu seolah hidup, gemetar di tangannya, siap untuk pertarungan besar.
"Semoga kalian cukup tangguh
untuk membuatku menembus batas ini," katanya pelan, matanya penuh
keyakinan.
Di berbagai tempat, orang-orang yang
telah lama bertapa mulai keluar dari persembunyian mereka, memecah kesunyian
yang selama ini melingkupi mereka.
Sementara itu.
Saka melesat dengan cepat menuju
lokasi Batu Delapan Sekte. Namun, yang dilihatnya di sana hanyalah sebuah tanah
gersang, tanpa tanda-tanda kehidupan.
"Dulu katanya ini adalah bukit
hijau," ucap Marina sambil berjalan di samping Saka. Lalu, dia
melanjutkan, "Tapi, para peserta Jalan Kejayaan dari generasi ke generasi
telah bertarung di tempat ini. Waktu berlalu, dan tempat ini berubah menjadi
puing-puing yang nggak berpenghuni."
Saka mengangguk kecil. Pandangannya
terpusat pada batu hijau besar di tengah kawasan itu. Batu itu terlihat usang
dan dipenuhi guratan waktu, memancarkan tekanan kuat yang tak terlihat.
Batu itu, yang dikenal sebagai Batu
Delapan Sekte, menyimpan hadiah dari delapan sekte kuno.
Hadiah yang luar biasa, termasuk
salah satunya yang disebut Leony sebagai warisan darah istimewa.
Warisan itu bahkan bisa mengganti
darah Paman Gary, membebaskannya sepenuhnya dari belenggu Leluhur Lavali, orang
tua licik yang selalu membayangi mereka.
Berdasarkan dugaan Saka, Leluhur
Lavali memiliki kemampuan aneh untuk merasuki beberapa orang sekaligus. Setiap
orang yang dirasuki olehnya menjadi bagian dari kesadaran dan kekuatannya.
"Dulu Shawn berhasil membuat dua
sekte memberikan respons. Kalau aku, kira-kira berapa banyak sekte yang bisa
kutaklukkan?" gumam Saka, matanya menyipit penuh tekad.
Bagi dirinya, ini adalah kesempatan
sempurna untuk mengukur potensi sejatinya.
Namun, saat dia menyentuh Batu
Delapan Sekte itu, sebuah serangan energi sejati yang tajam melesat ke arahnya,
langsung mengarah ke wajah Saka!
Alis Saka sedikit berkerut. Dengan
gerakan santai, dia menghancurkan serangan energi sejati yang melesat ke
arahnya tadi, seolah itu tak lebih dari gangguan kecil. Saat dia berbalik untuk
melihat sumbernya, seorang pria berusia dua puluhan berjalan mendekat.
Pria itu memiliki wajah yang tegas
dan penuh percaya diri. Tatapannya hanya sekilas menyapu Saka, seolah dia sama
sekali tak peduli pada keberadaannya.
Namun, pandangan itu berubah lembut
ketika terarah pada Marina. Dengan senyum tipis, dia berkata, "Kak Marina,
lama nggak jumpa. Semoga sehat-sehat saja, ya."
Saka memperhatikan pria itu dengan
cermat. Wajahnya mengingatkan pada seseorang, mirip dengan Renan.
Namun, wajah Marina tiba-tiba pucat.
Matanya memancarkan kebencian yang mendalam ketika dia berbicara kepada Saka.
"Dia adalah Ridwan, sepupu Renan. Tapi mereka nggak akur. Dulu dia pernah
mencoba melecehkanku..."
Saka mengepalkan tangan mendengar
pengakuan itu. Namun, Marina melanjutkan dengan nada rendah, "Aku dengar
dia baru-baru ini bergabung dengan kelompok misterius ... "
Kelompok misterius?
Mendengar kata "misterius,"
mata Saka menyipit penuh kehati-hatian.
Di Gunung Reribu ini, kekuatan paling
misterius yang diketahui hanyalah Enam Jalan Puncak Kematian.
Ridwan terkekeh pelan. Dengan nada
setengah mengejek, dia berkata kepada Marina, "Ah, Kak Marina, jangan
salah paham. Aku datang cuma untuk menikmati tontonan. Tapi kebetulan aku
melihat kamu meninggalkan sepupuku, lalu bersama si tampan ini. Rasanya hatiku
agak terganggu."
Tatapan Ridwan kemudian beralih ke
Saka.
Senyumnya berubah sinis, dan dia
berkata dengan nada menantang, "Aku nggak pernah melihatmu di Kota
Sentana. Berarti kamu bukan orang sana, ya? Kalau begitu, pergilah. Batu
Delapan Sekte ini bukan untuk orang luar seperti kamu."
Dia melanjutkan, dengan senyum lebih
menusuk, " Oh, dan satu lagi. Kakak iparku ini juga bukan untukmu
sentuh."
Link Langsung Membeli Novel: https://lynk.id/novelterjemahan
Note: Untuk beberapa saat, kita off dulu ya, semoga bisa sebelum puasa lanjut update, soalnya lagi ada kegiatan di dunia nyata. Yang mau bagi – bagi THR, ditunggu ya di Dana or Ovo 089653864821..Terima Kasih
No comments: