Bab 2054
Di mata banyak orang, Dahlia adalah
sosok tak tergoyahkan, hampir dipastikan mendapatkan satu dari delapan tempat
yang diakui oleh sekte-sekte tersembunyi. Bahkan, tidak sedikit orang yang
berharap bisa bergabung dengannya, meskipun hampir semua permintaan itu ditolak
tanpa pengecualian.
Ridwan, yang sebelumnya penuh
arogansi, kini berubah drastis. Kesombongannya lenyap, digantikan senyum kaku
yang penuh basa-basi. " Ternyata Putri Bulan yang datang. Ini hanya
kesalahpahaman, aku tadi sama sekali nggak bermaksud menyinggungmu... "
katanya, mencoba menjaga harga diri.
Namun, dia tahu dengan jelas bahwa
Dahlia adalah sosok yang tidak bisa dia hadapi. Di tingkatnya sekarang,
menjalin permusuhan dengan wanita ini sama saja menggali kuburnya sendiri.
"Kenapa dia tiba-tiba muncul
dengan sikap sedingin ini? Apa ini perlu?" pikir Ridwan dalam hati.
Dahlia tidak menunjukkan emosi
berlebihan. Nada suaranya tetap tenang saat dia bertanya, "Oh, jadi siapa
yang sebenarnya kamu singgung tadi? Apakah teman-temanku?"
Wajah Ridwan langsung berubah.
Teman?
Bagaimana mungkin? Bahkan Cello, yang
sangat berkuasa, berusaha mendekati Dahlia tetapi ditolak mentah mentah.
Bagaimana mungkin pria biasa seperti Saka menjadi temannya?
Namun, apa yang terjadi selanjutnya
membuat semua orang makin tercengang. Dahlia memandang Saka, ekspresinya
sedikit melunak, lalu berkata dengan suara lembut, "Aku sudah dengar
ceritamu dari Dokter Dewi Sakti. Kamu sudah berusaha keras. Aku berutang satu
hal padamu."
Kata-kata itu jatuh seperti petir di
telinga semua orang.
Dahlia, putri dari keluarga kerajaan,
yang dikenal dingin dan tak terjangkau, mengatakan dia berutang sesuatu pada
seseorang?
Saka menghela napas kecil, lalu
menggeleng pelan. " Sayangnya, aku gagal menyelamatkannya. Jadi, aku hanya
bisa datang ke sini untuk menunggu kesempatan, sekaligus mencoba Batu Delapan
Sekte ini. Tapi ternyata, ada yang tampaknya sangat tertarik pada
wanitaku," jawabnya.
Dia melirik Ridwan, ucapannya santai,
tetapi nadanya menusuk.
Marina tertegun mendengar itu, tetapi
memilih diam tanpa memberikan komentar.
Ridwan, di sisi lain, merasa seluruh
tubuhnya dingin. Kakinya gemetar hebat, hampir tidak mampu berdiri tegak.
Wajahnya memucat saat dia mencoba
memaksakan senyum. Ridwan berkata dengan nada merendah, Putri Bulan, aku nggak
tahu kalau dia temanmu.... "
Dahlia melambaikan tangan ringan,
seolah hal itu tidak relevan. Dia hanya berkata, "Nggak masalah. Aku nggak
suka membunuh orang. Pergilah sendiri."
Nada suaranya terdengar santai,
seperti membahas sesuatu yang sepele. Namun, kata-kata itu seperti tamparan
keras bagi Ridwan.
Dia adalah anak dari keluarga besar!
Dia sudah mencoba mengalah beberapa kali, tetapi pada akhirnya malah
dipermalukan habis-habisan. Wajahnya menegang, tetapi dia tahu dirinya tidak
punya pilihan selain pergi.
Ridwan akhirnya tak tahan lagi.
Wajahnya berubah masam, lalu dia berkata dengan nada serius, "Putri Bulan,
mungkin kamu belum tahu. Aku sekarang sudah menjadi sahabat dekat dengan Tuan
Cello."
Dia percaya diri dengan dukungan
Cello di belakangnya. Bahkan Dahlia pun, menurutnya, tak mungkin terlalu meremehkannya.
Seperti pepatah, " Memukul anjing harus lihat tuannya."
Mendengar itu, kerumunan mulai
bergumam. Tatapan mereka terhadap Ridwan berubah.
Tanpa banyak publikasi, dia rupanya
berhasil melakukan langkah besar. Bagaimanapun, jarak antara keluarga Dimasta
dan keluarga Romli bagaikan langit dan bumi, seperti dirinya dan Cello.
Dahlia tampak sedikit terkejut, lalu
mengangguk kecil dan membalas, "Oh, begitu? Kalau begitu, kamu boleh tetap
di sini... "
Ridwan menghela napas lega, senyum
tipis muncul di wajahnya.
Sama seperti yang dia duga, Dahlia
tidak akan menimbulkan konflik besar hanya demi seorang teman biasa.
Namun, kata-kata berikutnya langsung
membuat senyum di wajahnya membeku.
"Tapi karena kamu sudah
bergabung dengan Cello, tinggalkan satu tanganmu di sini."
Nada Dahlia tetap tenang, tetapi
keputusan itu dingin dan tanpa kompromi. Bagi orang seperti Ridwan yang memilih
berpihak pada seorang munafik, dia tidak akan menunjukkan belas kasihan.
"Apa?!" Ridwan baru saja
ingin menyambut keputusan itu dengan lega, tetapi langsung berubah terkejut.
Dia menatap Dahlia dengan tatapan tak percaya.
"Aku nggak salah dengar, 'kan?
Kamu bilang apa tadi?" tanyanya panik.
Dahlia tidak repot menjelaskan lebih
lanjut. Dia mengangkat tangannya, dan seberkas energi sejati melesat seperti
kilat. Ridwan, meskipun berusaha keras melawan, sama sekali tidak punya peluang
untuk melindungi diri.
"Ahhh!"
Jeritan melengking keluar dari
mulutnya saat dia mundur tergesa-gesa sambil memegangi lengannya.
Dengan suara tebasan, energi sejati
itu memotong bersih lengannya. Potongan tangan itu melayang di udara, sebelum
darah segar menyembur ke segala arah. Bekas luka di lengannya begitu halus
hingga terlihat seperti cermin.
Tanpa memberi waktu berpikir, Dahlia
melambaikan tangannya lagi. Energi sejati itu langsung menghancurkan tangan
yang terpotong menjadi serpihan kecil, memastikan tidak ada kesempatan bagi
Ridwan untuk menyambungkan kembali bagian tubuhnya.
Kerumunan terdiam. Mereka semua
terpana oleh ketegasan dan keberanian Dahlia. Tidak ada yang menyangka dia akan
bertindak sekejam ini terhadap seseorang yang sudah menyebut nama Cello.
Ridwan jatuh berlutut, menahan rasa
sakit yang luar biasa. Bagi petarung seperti dirinya, kehilangan satu tangan
sama dengan hancurnya masa depan dia!
Dengan mata merah penuh dendam, dia
berteriak, " Dahlia! Kamu berani melakukan ini?"
Dahlia menatapnya dengan dingin,
ekspresinya tak berubah sedikit pun saat berkata, "Yang seharusnya kamu
tanyakan adalah apakah Cello berani melawan aku?"
Link Langsung Membeli Novel: https://lynk.id/novelterjemahan
Note: Untuk beberapa saat, kita off dulu ya, semoga bisa sebelum puasa lanjut update, soalnya lagi ada kegiatan di dunia nyata. Yang mau bagi – bagi THR, ditunggu ya di Dana or Ovo 089653864821..Terima Kasih
No comments: