Bab 65
Nindi tidak pernah
menyangka pemandangan begini yang akan menyambutnya.
Di kehidupan sebelumnya,
Nindi ingat, Kak Nando dan Kak Leo sepertinya datang juga usai Ujian Bersama
Masuk Perguruan Tinggi berakhir, tetapi mereka hanya melihat ke arah Sania.
Nindi selalu menjadi
orang yang diabaikan.
Di luar dugaan, ternyata
di kehidupan ini ada orang yang menyiapkan sebuah upacara untuknya.
Bohong jika dia tidak
terharu.
Tubuh ramping Cakra
terlihat setengah bersandar ke pintu mobil.
Dia mengangkat kepala
seraya melihat ke arah Nindi. Wajahnya tampan dan halus, tidak terlalu malas
dari biasanya dan agak lebih serius.
Nindi menggigit bibir,
lalu berjalan menghampirinya.
Cakra menatapnya lembut.
"Selamat. Akhirnya, ujian sudah selesai."
Zovan masih berusaha
mengibarkan spanduknya. 11 Si Lemon, apa kamu suka sama kejutan yang aku
siapkan buatmu?"
Meskipun agak malu,
Nindi tersenyum. "Terima kasih, cuma agak berlebihan."
"Bagus kalau
berlebihan, daripada orang-orang yang nggak tulus dan hanya datang dengan
seikat bunga."
Zovan paling mengerti
cara menyindir seseorang
Nindi menoleh ke arah
seberang jalan. Nando terlihat membawa seikat bunga dan berjalan ke arahnya.
Di kehidupan sebelumnya,
Nando juga membelikan seikat bunga, tetapi bunga itu diberikan pada Sania.
Nando menyeberang jalan
dengan ekspresi penuh harap. "Nindi, sebenarnya, aku ingin parkir mobil di
sini, tapi semua sudah penuh. Jadi, aku hanya bisa parkir di seberang."
Nando tidak habis pikir,
orang-orang ini sangat tidak tahu malu sampai menguasai semua tempat parkir dan
tidak mau pergi!
Zovan menghela napas.
"Kalau niat, mestinya datang lebih awal seperti kami untuk ambil tempat,
bukan mendadak begini. Nggak ada tulus-tulusnya."
"Betul, Kak
Cakra?"
"Begitulah. Orang
yang berpikir kalau permintaan maaf sudah benar-benar mulia tentu nggak akan
paham," jawab Cakra dengan tenang.
Ekspresi Nando berubah
drastis.
Pada saat bersamaan,
Sania juga berlari keluar. "Kak Nando, kamu sudah datang, ya. Bunga yang
kamu beli sangat cantik!"
Sania langsung berlari
ke hadapan Nando.
Nando tampak canggung
karena dia hanya membeli seikat bunga. 4
Dia berdeham, lalu
mengabaikan Saņia dan berjalan menghampiri Nindi. "Nindi, selamat atas
keberhasilan ujianmu!"
Nindi melihat sekilas ke
arah bunga itu. "Terima kasih, tapi sebaiknya bunga ini kasih Sania saja,
biar orang lain nggak berpikir kalau kamu lebih memihakku dan membuat Sania
yang anak angkat justru nggak dapat bunga."
Nando merasa kata-kata
ini terdengar tidak asing.
Dia pun buru-buru
berkata, "Bunga ini aku beli khusus untukmu. Nanti, aku akan belikan juga
untuk Sania!"
"Nggak bisa. Sania
berjasa besar untukku, bahkan ayahnya menyelamatkan nyawaku! Kak Nando, kenapa
pilih kasih? Kalau memang hanya ada seikat bunga, sudah jelas harus diberikan
pada Sania!" 3
Suara Nindi terdengar
tenang dan tegas.
Nando langsung terdiam,
serasa tidak perlu heran jika perkataan ini terdengar agak akrab di telinganya.
Sepertinya, dulu dia
pernah bicara hal yang sama.
Nindi selalu mengalah
setiap kali berhadapan pada sesuatu yang tidak bisa sama rata untuk dibagi.
Begitu Nando
memikirkannya, hatinya terasa sakit.
Ternyata, dia sudah
salah besar sejak dulu!
Nando berusaha
menjelaskan, "Nindi, Kakak dulu..."
"Yang lalu biar
lewat saja. Kita harus melihat ke masa depan."
"Aku ada reuni
malam ini. Jadi, aku duluan, ya," kata Nindi dengan santai.
Dia berbalik dan
berjalan menghampiri Cakra. "Aku menumpang, ya!"
Cakra hanya menatapnya,
tidak bicara apa pun seraya membukakan pintu mobil untuk Nindi.
Sekumpulan mobil sport
merah tampak mencolok saat melaju!
Nando ingin menghentikan
gerak Nindi yang masuk ke mobil, tetapi langkahnya terasa begitu berat.
Seolah-olah ada beban
1000 kilogram yang membuat dia tidak bisa melangkah sama sekali.
Semua ucapan Nindi
barusan terbayang di pikirannya, menyakitkan hatinya bagai ditusuk belati.
Melihat mobil sport yang
mencolok, Sania yang berdiri di samping merasa iri dan cemburu.
Kalau hanya seorang
dokter sekolah, dari mana dia bisa punya uang sebanyak itu?
Nindi cukup berbakat,
bahkan bisa membuat dokter sekolah itu menyewa mobil hanya untuk mempertahankan
citranya.
Sania merasa tidak puas.
"Kak Nando, jangan marah. Kak Nindi pasti memahami niat baikmu, tunggu dia
tenang dulu, ya."
"Kamu nggak
paham!"
No comments: