Bab 2056
Di tengah tatapan penuh keheranan dan
rasa aneh dari kerumunan, nama Sulos akhirnya tetap bertahan.
Tulisan emas itu berubah menjadi
sinar terang, menyusup masuk ke dalam tubuh Dahlia.
Namun, aura yang menyertainya terasa
seperti keengganan, seolah pengakuan itu hanya diberikan dengan setengah hati.
Ketika segalanya mereda, batu kembali
tenang. Gelombang energi sejati dari Batu Delapan Sekte menghilang, seolah tak
ingin lagi berurusan dengan Dahlia.
"Tubuh Tiga Bencana ... bahkan
sekte tersembunyi pun nggak mampu menanganinya," bisik seseorang.
"Berani sekali Guru Kaisar
mendukungnya..." tambah yang lain.
"Ssst, pelankan suaramu! Mau
cari mati? Kalau dia dengar dan marah, kamu habis!"
Meskipun mereka berbicara pelan, nada
sinis dan bisik-bisik itu tetap sampai di telinga Dahlia.
Tatapan kerumunan mulai berubah, dari
rasa kagum menjadi pandangan aneh, bahkan ada yang menunjukkan sedikit jijik.
Dahlia tetap berdiri tenang di tengah
semua itu, matanya memandang langit yang kini jernih. Tatapannya datar,
seolah-olah penghinaan yang baru saja dia alami tak mampu menyentuh hatinya.
Sikapnya ini membuat Saka menatapnya
dengan perasaan campur aduk. Dia merasa seperti melihat bayangan dirinya
sendiri di masa lalu.
Pernah juga, dia dicemooh dan dijauhi
seperti ini.
Saka melangkah mendekat, menepuk
pundak Dahlia sambil tersenyum santai dan berkata, "Hei, kamu ini pernah
diselamatkan Tabib Agung, 'kan? Kalau dibandingkan dengan Tabib Agung, apa
artinya sekte -sekte tersembunyi itu? Mereka menolakmu? Itu berarti mereka yang
bodoh, nggak pandai membedakan mana yang batu mana yang permata!"
Dahlia tersenyum tipis, nada suaranya
ringan saat berkata, "Nggak apa-apa, aku sudah terbiasa."
Saka mengerutkan alis. Dia tahu
betul, mana ada orang yang bisa terbiasa dengan diskriminasi?
Yang ada hanyalah rasa mati rasa
setelah terlalu sering terluka.
Dengan nada lebih serius, dia
berkata, "Percayalah padaku. Tubuh Tiga Bencana-mu itu bukanlah kutukan.
Kamu lihat aku, 'kan? Aku sering bersamamu, tapi apakah aku pernah sial?
Nggak!"
Dia mendengus sombong sambil
melanjutkan, " Bahkan, hidupku luar biasa! Kekuatanku meningkat pesat,
para wanita terpikat, dan lihat sekarang, aku bahkan punya lebih dari satu
wanita yang jatuh cinta padaku! Marina, kamu pasti langsung jatuh cinta padaku
sejak pertama kali bertemu, 'kan?"
Ucapan itu meluncur tanpa rasa malu sedikit
pun.
Kerumunan yang mendengar langsung
terdiam sejenak, lalu melirik Saka dengan tatapan aneh.
Marina menghela napas panjang, lalu
berkata dengan nada pasrah, "Baiklah, apa yang kamu katakan itu
benar."
Dahlia, yang awalnya terdiam,
tiba-tiba tersenyum kecil dan berkata, "Aku percaya padamu. Tubuh Tiga
Bencana bukanlah kutukan. Lagi pula, pencapaianku nggak butuh pengakuan dari
orang lain."
"Itu baru benar," jawab
Saka dengan senyum puas, senang melihat semangatnya kembali.
Namun, ketenangan itu tak bertahan
lama. Suara dingin dan penuh sindiran tiba-tiba memecah suasana.
"Apa itu Tubuh Tiga Bencana?
Kalau dijelaskan dengan mudah, itu nggak lebih dari pembawa sial yang ditakuti
semua orang. Kalian benar-benar pandai menghibur diri, ya."
Ridwan, dengan senyum sinis di
wajahnya, menatap mereka berdua. Ucapannya makin tajam, seperti pisau yang
diarahkan langsung ke hati Dahlia. " Putri Bulan, bahkan orang tuamu
sendiri membencimu. Kamu masih belum paham seberapa rendah nilaimu?"
Kata-kata itu menusuk hati Dahlia
seperti belati.
"Kamu cari mati!" serunya,
bersiap menyerang Ridwan.
Namun, sebelum dia sempat bergerak,
Dahlia melangkah maju dengan ekspresi dingin. "Biar aku yang
mengurusnya," katanya dengan suara yang tajam dan tegas.
Sebagai seseorang yang telah
menghadapi penolakan sejak kecil, Dahlia tahu betul bagaimana menghadapi orang
seperti Ridwan.
Sebagai seseorang yang telah
menghadapi penolakan sejak kecil, Dahlia tahu betul bagaimana menghadapi orang
seperti Ridwan.
Dengan cepat, dia mengumpulkan energi
sejati di tangannya, lalu mengirimkan serangan langsung ke arah Ridwan. Dalam
sekejap, serangan itu membesar di mata Ridwan, mendekat dengan kecepatan yang
tak bisa dia hindari. Wajahnya menjadi pucat, tetapi dia tetap berdiri dengan ekspresi
nekat, tangan yang sudah buntung gemetar seakan ingin membalas.
Namun, sebelum serangan itu bisa
menghantamnya, sebuah bayangan melompat ke depan, menghadang dengan satu
telapak tangan. Energi sejati dari serangan Dahlia langsung terhenti dan tersebar,
tidak lagi menjadi ancaman.
Tawa panjang yang penuh percaya diri
terdengar, memecah ketegangan. "Putri Bulan, harap tenang. Ridwan hanya
bercanda. Nggak perlu marah seperti ini, 'kan?" terdengar suara seorang
pria.
Dahlia mundur beberapa langkah, matanya
penuh kedinginan saat menatap sosok berjubah hijau yang kini berdiri di
hadapannya.
Ridwan, yang tadi hampir kehilangan
nyawanya, kini menunjukkan ekspresi penuh rasa lega dan antusiasme. Dia
langsung berkata dengan penuh semangat, "Tuan Romli! Aku tadi hanya
melakukan seperti yang kamu perintahkan! Aku ... "
Namun, Cello, dengan pakaiannya yang
menunjukkan kebijakannya, hanya melambaikan tangan dengan santai, menghentikan
Ridwan dari berbicara lebih jauh.
Dengan senyum samar yang tampak sopan
tetapi menusuk, Cello menatap Dahlia dan berkata, " Kudengar Putri Bulan
sengaja memaksaku untuk muncul. Kukira kamu sedang menyiapkan sesuatu yang
besar."
Dia berhenti sejenak, lalu
melanjutkan dengan nada mengejek, "Ternyata kamu ingin aku menyaksikan
dirimu ditolak dua sekte besar. Sungguh pertunjukan yang menghibur."
Matanya berbinar dengan kepuasan saat
dia menambahkan, "Jadi, bagaimana kalau sekarang kita lihat berapa banyak
sekte yang akan mengakui aku?"
Link Langsung Membeli Novel: https://lynk.id/novelterjemahan
No comments: