Bab 2104
"Mati!"
Jaykel, meski kehilangan
satu lengan, masih memiliki bantuan dari pedang iblis. Dengan satu teriakan
penuh amarah, dia mengangkat telapak tangannya dan menebas dengan kekuatan luar
biasa.
Saka dengan satu tangan
yang memegang pedang, berhasil menusuk bahu Jaykel, membuat darah segar menyembur
deras.
Namun, pedang iblis yang
melayang di belakangnya tiba-tiba menyapu tubuhnya. Suara desingan tajam
terdengar, dan luka menganga muncul di punggung Saka. Darah mengalir deras,
sementara daging yang terkoyak terlihat jelas. Cahaya emas yang melindunginya
berkelap-kelip, hampir padam.
Tubuhnya terpental
mundur beberapa langkah, setiap langkah meninggalkan jejak darah di tanah.
"Saka!"
Dahlia menatap luka di
tubuh Saka dengan mata bergetar. Seolah dia bisa merasakan rasa sakit yang
sama, tubuhnya sedikit gemetar. Hampir saja dia bergerak untuk membantu, tetapi
pikirannya tersentak oleh sesuatu, membuat matanya dipenuhi keraguan dan
pergolakan.
Di dalam kabut hitam,
Wafa memperhatikan luka parah Saka. Matanya sedikit menyipit, ada keraguan di sana.
"Apakah kamu benar-benar bukan dia?" gumamnya pelan.
Jika Saka adalah Adriel,
kenapa di saat genting seperti ini dia tidak menggunakan teknik yang seharusnya
dimiliki oleh Adriel?
Saka menyeka darah di
sudut bibirnya. Tatapannya tetap dingin, meski dia tahu dirinya kini berada di
ujung tanduk.
Baru saja dia mencoba
menggunakan segala cara untuk bertahan hidup, tetapi kekuatannya terasa ditahan
oleh sesuatu yang tak terlihat.
Di dalam pikirannya,
suara tua yang penuh ejekan terdengar, "Anak muda, aku telah mengumpulkan
kekuatanku sejak lama. Kini, aku akan melumpuhkan kekuatanmu. Apakah kamu mulai
merasakan keputusasaan?"
Sejak suara tua itu
terbangun dalam tubuh Saka, dia hanya berdiam dan menunggu. Menunggu momen
seperti ini, momen di mana Saka tidak punya pilihan lain selain menyerah
padanya.
"Kamu bisa memohon
padaku," suara tua itu melanjutkan, penuh bujukan. "Kalau kamu
memohon, mereka semua akan mati, dan kamu akan menjadi pahlawan. Orang-orang
akan mengenangmu sebagai penyelamat pewaris tujuh keluarga besar."
Namun, sebelum Saka bisa
merespons suara itu, suara lain menggema di sekelilingnya.
"Saka, tolong
hentikan dia! Aku berjanji, setelah ini, aku akan memberimu gelar
bangsawan!" seru Putri Novea dengan suara putus asa.
Wajahnya yang biasanya
anggun kini pucat pasi, penuh ketakutan.
Sebagai seorang putri
yang berharga bak emas, bagaimana mungkin dia rela mati di tempat terkutuk
seperti ini?
Jaykel tidak menunggu
Saka menjawab. Dengan senyum mengejek, dia berkata, "Kamu benar-benar
bodoh. Sekalipun kamu berhasil menyelamatkan sampah-sampah ini, apa yang akan
kamu dapat? Para petinggi Negara Elang paling-paling hanya akan memberikanmu
sedikit imbalan untuk mengusirmu. Kamu pikir mereka benar-benar akan memberimu
gelar bangsawan? Hah! Itu hanya lelucon belaka!"
Dari awal hingga akhir,
Jaykel selalu mengira bahwa Saka bertarung demi mengejar status dan masa depan.
Namun, Saka tiba-tiba
mengangkat kepalanya. Dengan suara lantang, dia berteriak, "Apa di mata
kalian nggak ada hal lain selain jabatan dan kekuasaan? Apakah hidup manusia
hanya sebatas itu? Aku punya prinsipku sendiri, sesuatu yang nggak akan pernah
kalian mengerti!"
Kata-kata itu menggema,
membuat Adair dan yang lainnya terpana.
Bahkan Jaykel sempat
terdiam sejenak sebelum menyeringai dan berkata, "Hah! Sombong sekali!
Kamu semua datang ke Gunung Reribu ini hanya untuk menonjolkan diri! Nggak usah
bohong! Jangan bilang kamu benar-benar datang untuk melindungi Negara Elang!
Kalau pun iya, bukankah itu hanya alasan agar kamu bisa mendapat keuntungan lebih
besar?"
Dia mendengus dingin.
"Kalau bukan karena itu, apa alasanmu datang ke sini?" lanjutnya.
Adair dan yang lainnya
mendengarkan dengan wajah masam, tetapi tidak bisa membantah. Bagaimanapun,
itulah kenyataannya.
Siapa yang mau melakukan
sesuatu tanpa mendapatkan keuntungan?
Mereka jelas tidak akan
melakukannya.
Namun, di tengah
keraguan dan ejekan yang memenuhi udara, Saka tidak repot-repot berdebat. Dia
hanya terdiam, pikirannya melayang pada kenangan dari masa lalu, yaitu masa
perang yang membawa kehancuran, di mana rakyat biasa menjadi korban Formasi
Pembantaian Kehidupan.
Darah dan tulang, api
dan kemarahan, tangisan rakyat jelata, dan asap perang yang menghitamkan
langit.
Semua yang tertulis
dalam sejarah, kini terulang di depan matanya. Saat itu, Tabib Agung telah
memilihnya sebagai penerus, karena melihat dirinya sebagai seseorang yang mampu
menyelamatkan mereka yang tak bersalah.
"Kenapa aku datang
ke sini?" gumam Saka pelan.
Bukan untuk menjawab
orang lain, melainkan untuk bertanya pada dirinya sendiri.
Awalnya, dia pikir
kedatangannya adalah untuk balas dendam. Namun, semakin jauh dia melangkah, dia
menyadari bahwa tujuannya lebih dari itu. Karena apa?
"Karena penderitaan
rakyat, karena ketidakadilan dunia ini, karena "dia menarik napas panjang,
lalu berteriak dengan suara penuh amarah dan kekuatan, "Karena aku nggak
tahan melihatnya lagi!
Di tengah zaman yang
dipenuhi keserakahan, suara itu menggelegar, penuh semangat dan keyakinan.
Semua orang tertegun.
Mereka menatap Saka dengan ekspresi bingung, bahkan kagum, ketika dia
menggenggam pedang yang berlumuran darah dengan erat. Matanya berkobar dengan
nyala api dan darah, penuh tekad.
Lalu dia berteriak
dengan suara menggetarkan, " Pada akhirnya, semuanya bermuara pada satu
hal saja! Darah yang membanjiri kota dan ratapan rakyat hanyalah satu alasan,
yaitu demi menyelamatkan kehidupan manusia!"
Link Lengkap Langsung Membeli Novel: https://lynk.id/novelterjemahan
No comments: