Bab 2124
Bangunan Departemen
Kehakiman dengan batu bata merah dan atap hijau ini dulunya adalah istana
kerajaan dari zaman kuno.
Setelah pendirian Negara
Elang, sang Kaisar pertama mengubah bangunan-bangunan kuno ini menjadi berbagai
instansi administratif. Meskipun zaman telah berubah, bangunan ini tetap
memancarkan aura kekuatan yang sangat besar.
Di depan Departemen
Kehakiman selalu dipenuhi orang-orang yang datang dari berbagai penjuru untuk
menyampaikan keluhan mereka.
Di sampingnya ada sebuah
gendang besar yang tertutup kulit sapi, yaitu Gendang Pengaduan yang merupakan
garis pertahanan terakhir yang didirikan oleh Kaisar pertama untuk rakyat.
Negara Elang memiliki
aturan, tidak peduli apa kesalahan yang seseorang lakukan, pihak berwenang
hanya akan mengadili tiga kali. Pada pengadilan ketiga, apa pun hasilnya,
individu tersebut harus menerima keputusan.
Namun, ada aturan lain
yang lebih tua. Jika setelah pengadilan ketiga seseorang masih tidak puas,
mereka dapat memukul Gendang Pengaduan.
Maka, mereka bisa
memukul gendang ini, yang akan memicu sistem pengadilan bersama yang dipimpin
oleh Guru Negara, dengan melibatkan berbagai kekuatan tinggi dari berbagai
pihak. Pemerintah wajib memberikan hasil keputusan dan mempublikasikannya!
Pada masa-masa awal
negara, setelah perang saudara berakhir, Gendang Pengaduan sering dipukul
berkali-kali dalam beberapa tahun, dan banyak pejabat tinggi yang jatuh.
Namun, dalam beberapa
dekade terakhir, negara telah damai, dan Gendang Pengaduan sudah sangat jarang
terdengar.
Saat ini, seorang pemuda
yang tampak gagah berdiri di tengah kerumunan dengan gugatan di tangannya.
Keluar dari kerumunan, matanya tenang dan datar. Dia berteriak, "Aku
datang untuk mengajukan keluhan, siapa yang bisa memprosesnya?"
"Siapa yang bukan
datang untuk mengadukan? Antre dulu, paham nggak?"
"Cih, jelas orang
kampung, nggak tahu apa-apa soal antre. Dari tubuhnya saja, aku bisa mencium
bau orang luar."
"Hehe, pasti di
desa dia kena tindasan pejabat kecil, ya? Memang, mereka datang ke kota Sentana
hanya karena sedikit masalah. Kota ini bakal penuh sesak dengan orang-orang
dari luar seperti ini!"
Beberapa orang yang
tidak bisa melewati pemuda itu mulai mengomentari dengan nada sinis.
Pemuda itu tidak
terganggu, hanya melihat Gendang Pengaduan, kemudian matanya tertuju pada
seorang wanita muda yang baru saja melintas di ujung jalan. Dengan suara datar,
dia berkata, "Aku datang untuk mengajukan keluhan, siapa yang harus aku
temui?"
"Ikuti antrean
untuk mendaftar dulu, paham nggak? Orang luar itu memang merepotkan!" ujar
petugas penerimaan yang duduk malas di depan pintu.
Dia dengan enggan
mengambil kertas dan pena untuk mendaftarkan keluhan pemuda itu. "
Sebutkan, siapa yang kamu tuntut? Apa masalahnya?
"Aku ingin
menggugat Jayub, leluhur dari Keluarga Atmaja," jawab pemuda itu dengan
tenang.
Seketika, suara riuh di
depan pintu Departemen Kehakiman berhenti begitu saja. Wajah petugas yang
awalnya kesal tiba-tiba membeku, matanya terpaku pada wajali tenang pemuda itu.
Kata-kata yang
mengejutkan terus mengalir dari bibir pemuda itu, terdengar jelas oleh semua
orang.
"Aku ingin
menggugat tiga dosa besar Jayub!"
"Dia bertanggung
jawab atas penjagaan Gunung Reribu, tapi dia membiarkan Pengikut Enam Jalur
Puncak Kematian masuk ke dalam. Dia mengabaikan tugasnya. Itu adalah dosa
pertama!"
"Aku bersama Putri
Bulan, Dahlia bersama memusnahkan Pengikut Enam Jalur Puncak Kematian, tapi
Jayub malah mencoba merebut prestasiku. Itu adalah dosa kedua!"
"Saat aku datang ke
kota Sentana untuk melaporkan, dia malah mencoba membunuhku di tengah jalan.
Itu adalah upaya untuk menutup mulutku! Itu dosa ketiga!"
"Tiga dosa besar,
ada bukti dan saksi, mohon Departemen Kehakiman mengadili Jayub dan memberikan
hukuman mati!"
Kata-kata yang
menggetarkan ini membuat seluruh tempat menjadi sunyi senyap.
Semua orang ternganga,
tak mampu berkata-kata dan memandang pemuda itu dengan penuh keheranan.
Tiba-tiba, terdengar
suara "dengklek", pena yang dipegang oleh petugas jatuh ke lantai,
memecah keheningan.
"Apa kamu akan
menerima gugatan ini?" tanya pemuda itu sambil menyerahkan surat gugatan
kepada petugas.
Petugas itu termangu
sejenak, lalu seperti terbakar api, dia melemparkan surat itu ke atas meja
dengan panik dan berkata, "Aku ... aku nggak tahu apa-apa! Aku nggak
menerima gugatan ini!"
Setelah itu, tubuhnya
gemetar. Dengan tergesa-gesa berdiri dan berlari cepat masuk ke dalam
Departemen Kehakiman dan menghilang dari pandangan.
Orang-orang di
sekeliling yang sebelumnya berisik, kini tampak ketakutan dan mundur, memberi
jalan lebar untuk pemuda itu.
Link Lengkap Langsung Membeli Novel: https://lynk.id/novelterjemahan
No comments: