Bab 112
"Huk, huk, huk!
Bukan gitu, kamu berbeda dengan Sania. Kita adalah saudara kandung, kamu begitu
penting bagiku."
Nando batuk dan
memuntahkan darah.
Nindi yang tak tega
melihatnya, segera mengambilkan secarik tisu.
Nando tampak bersyukur.
"Aku tahu di dalam lubuk hati Nindi masih ada secuil perasaan
untukku."
Nindi memalingkan wajah
melihat keluar jendela dengan perasaan terhina.
Dulu dia berusaha keras
mendapatkan perhatian kakak-kakaknya karena ingin dianggap dan diakui.
Pengorbanan di kehidupan
sebelumnya berakhir sia-sia.
Di kehidupan ini, dia
tak menginginkan semua itu, justru Kak Nando-lah yang mendekatinya.
Manusia adalah makhluk
yang tak masuk akal.
Setelah mobil mereka
tiba di rumah sakit, Nando diantar masuk untuk melakukan pemeriksaan.
Nindi sebenarnya ingin
pergi, tetapi dokter memanggilnya, "Apa kamu keluarga pasien? Tolong
bujuklah Pak Nando, penyakit lambungnya butuh pengobatan intensif, kalau tidak,
bisa-bisa memburuk menjadi kanker lambung."
Raut muka Nindi tampak
datar. "Dia sendiri saja tak peduli dengan kesehatannya, mengapa orang
lain yang harus menanggung akibat dari keputusannya?"
"Nindi, kejam
sekali ucapanmu! Bukankah kesehatan Kak Nando jadi seperti ini karena berjuang
demi kita?"
Leo bersama Sania
bergegas datang.
Nindi langsung
melemparkan berkas rekam medis ke pelukan Leo. "Berani-beraninya
menggunakan paksaan moral? Kalau kamu begitu peduli, bagaimana bisa kamu nggak
tahu penyakit Kak Nando jadi separah ini? Adik macam apa kamu ini, setiap hari
bersamanya, tapi nggak menyadari penyakitnya menjadi parah?"
Leo tak tahu harus
menjawab apa. "Itu... Itu karena aku nggak memperhatikannya."
"Daripada kamu
cari-cari alasan, lebih baik bujuk Kak Nando untuk menjalani pengobatan
intensif."
Setelah berdebat dengan
Leo, Nindi langsung meninggalkan rumah sakit.
Leo yang sakit hati,
berkata, "Nindi sekarang makin berlagak hebat, ya."
Sania juga menyimpan
rasa kesal. "Kak Leo, Kak Nindi sekarang adalah selebritas di Siaran
Langsung Drego. Dia juga amat mahir bermain gim, pasti punya cukup kepercayaan
diri."
"Heh, walau dia
cukup berani, tetap bukan anggota keluarga Lesmana. Tenang saja, aku punya
perjanjian yang ditandatangani oleh Nindi. Kalau dia berani menyinggungku, akan
kupastikan dia terkekang seumur hidup."
Mata Sania
berbinar-binar. "Perjanjian apa?"
Apa masih ada cara untuk
menangani Nindi?
"Leo, Nindi ke
mana?"
Nando keluar setelah
selesai pemeriksaan, tetapi seketika merasa agak kecewa karena tak melihat
sosok Nindi di sana.
"Kak Nando, gadis
nggak tahu diri itu langsung pergi. Kenapa kamu menanyakannya?"
Sania berjalan mendekat.
"Kak Nando, apa kamu baik-baik saja? Aku sangat cemas, loh. Kenapa kamu
nggak memberi tahu kami tentang penyakit lambungmu yang makin parah?"
"Hanya masalah
sepele."
Nando tak bisa
menyembunyikan kekecewaan di matanya. Dia mengira Nindi akan tetap tinggal,
tetapi tak disangka, dia pergi.
Sania yang melihat sorot
mata kecewa Nando, merasa sedikit terancam.
Selama ini dia sudah
berusaha begitu keras, tetapi Nando masih begitu perhatian kepada Nindi.
Pada momen ini,
sekretaris Nando datang dengan tergesa-gesa. "Bos, mitra kerja kita mengajukan
pemutusan kontrak. Mereka bilang tembok pelindung perangkat lunak yang kita
desain bermasalah."
Sania menyela,
"Kalau gitu, segera cari pemrogram untuk mengatasinya."
"Karena belum bisa
diatasi, mitra kerja mengajukan pemutusan kontrak."
Nando tersenyum getir.
"Nindi-lah yang bertanggung jawab menangani bagian tembok pelindung."
Dia tak bisa
membicarakan hal ini dengan Nindi, jadi hanya bisa terus menunda-nunda.
Leo mendengus. "Aku
nggak percaya masalah ini nggak bisa ditangani tanpa Nindi. Kak Nando, serahkan
ini padaku."
Sania yang merasa
sedikit cemburu, sengaja berkata, "Kak Nando, seandainya aku bisa, pasti
akan membantumu menyelesaikan masalah ini."
Nando menghela napas.
"Setelah kepergian Nindi, aku baru menyadari betapa pentingnya dia."
Sania hampir tak kuasa
menahan raut muka.
Lantas dia dianggap apa?
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: