Bab 117
Senyuman di wajah Sania
membeku seketika. Awalnya, dia sempat berpikir mereka datang untuknya.
Ternyata, mereka datang
karena si Nindi murahan itu!
Sania buru-buru memasang
senyuman tipis, "Dia sudah pulang setelah kerja tadi."
"Kamu nggak undang
dia?"
"Tentu saja aku
sudah undang Kak Nindi. Tapi dia yang nggak mau ikut makan bersama. Selain itu,
sepertinya dia juga kurang akrab sama orang-orang di kantor."
Sania menjelaskan dengan
ekspresi pura-pura sedih, "Aku benar-benar sudah berusaha
membujuknya."
Leo tampak sedikit
melunak, "Aku tahu betapa buruknya sifat Nindi, tapi aku nggak menyangka
dia benar-benar mau ke cabang buat menyelesaikan masalah itu. Kupikir dia nggak
akan bertahan lama."
Nando tersenyum pahit,
"Aku sudah mencoba berbagai cara agar dia mau pergi. Saat ini, cuma dia
yang bisa menyelesaikan masalah tembok pelindung itu."
"Kak Nando, Nindi
itu sengaja bertingkah begini. Buat apa kamu memaksanya pergi ke perusahaan?
Kalau memang sulit, lebih baik batalkan saja proyek
"Proyek ini sudah
habisin banyak banget dana.
Mana mungkin bisa
dibatalkan begitu saja? Ini bisnis, bukan permainan anak kecil yang bisa
dihentikan cuma gara-gara kesal. Lagi pula, perusahaan siaran langsungmu juga
sudah merugi banyak. Sebaiknya, pikirkan dulu bagaimana kamu akan menjelaskan
kekalahanmu di akhir nanti ke Kak Darren."
Nando pun pergi dengan
rasa kecewa.
Karena Nindi tidak ada
di sini, dia merasa tidak punya alasan untuk tetap tinggal dan makan malam.
Sania sempat menunjukkan
ekspresi canggung di matanya. Jadi, Nindi memang sepenting itu?
Leo mulai terlihat
kesal, "Kak Nando sekarang semakin memanjakan Nindi."
Sania menggigit bibirnya
dengan geram, "
Bagaimanapun juga, Nindi
adalah adik kandungnya.
Kak Nando pasti akan
melunak."
"Nindi boleh saja
adik kandung, tapi bukan berarti dia bisa bertindak semaunya. Aku nggak percaya
kalau Nindi benar-benar bisa menyelesaikan masalah itu."
Leo tetap tidak percaya
bahwa Nindi mampu berkontribusi dalam proyek tersebut. Dia yakin, nama Nindi
hanya dicantumkan oleh Nando sebagai formalitas belaka.
Sania akhirnya mengajak
Leo pergi makan malam bersama orang-orang dari perusahaan, memanfaatkan
kesempatan itu untuk menjadi pusat perhatian.
Sementara itu, Nando
naik ke dalam mobilnya dan segera meninggalkan tempat itu. Dalam perjalanan,
dia mengambil ponselnya dan mengirim pesan kepada Nindi, "Bagaimana
kondisi kantor hari ini? Kalau ada yang berani mengganggumu, langsung kasih
tahu aku, ya!"
Nindi baru saja tiba di
apartemennya.
Dia pun menerima pesan
yang Nando kirimkan.
Dia membaca sekilas pesan
itu, tanpa ada sedikit pun emosi. Dia juga tak berniat memblas pesan itu.
Setelah makan malam,
Nindi berbaring di tempat tidurnya untuk beristirahat. Tanpa sadar, dia membuka
ruang obrolannya dengan Cakra..
Setelah mempertimbangkan
beberapa saat, dia akhirnya mengirim pesan, "Pak, kamu sedang apa?"
Begitu pesan terkirim,
Nindi merasa sedikit gugup. Matanya terus terpaku pada layar ponselnya.
Hatinya merasa gugup.
Namun, bahkan sampai dia
selesai mandi, tidak ada satu pun balasan dari Cakra.
Nindi menghela napas
panjang. Apakah ini terlalu mencolok?
Dia mulai merasa sedikit
menyesal telah mengirim pesan itu padanya.
Semalaman, Nindi tidak
bisa tidur nyenyak. Dia bangun keesokan paginya dengan lingkaran hitam di bawah
matanya.
Saat memeriksa
ponselnya, dia menyadari bahwa Cakra masih belum membalas pesannya.
Dengan hati yang berat,
dia bersiap-siap dan mengenakan pakaian kerja untuk berangkat ke kantor cabang.
Setibanya di kantor,
Nindi langsung menyalakan komputer dan mulai mengetik sandi. Dia sudah menguji
perangkat lunak itu sendiri kemarin dan berhasil mengidentifikasi masalahnya
secara garis besar.
Meskipun dia pernah
menyelesaikan masalah ini sebelumnya, hal itu sudah terlalu lama. Jadi, dia
perlu mengujinya sekali lagi untuk memastikan.
"Wah, anak baru.
Hari ini datang lebih awal, ya? Apa karena menyesal nggak ikut makan malam
kemarin, makanya sekarang mau cari muka?"
Nindi tidak melirik,
apalagi menanggapi sang lawan bicara.
Ketua tim itu langsung
naik pitam. Dia menggebrak meja sambil berkata, "Hei, anak baru! Aku
ngomong sama kamu! Apa-apaan sikap kamu ini?"
Nindi menatap pria itu
dengan tajam dan menjawab tanpa ragu, "Kalau kamu nggak suka sikapku, aku
juga nggak suka sikapmu! Lagi pula, acara makan malam itu bukan kewajiban
pegawai, 'kan? Kalau aku nggak mau ikut, ya itu urusanku!"
Jawaban Nindi sangat
tegas dan tanpa basa-basi.
Kata-kata itu terdengar
menggema di sepenjuru ruangan, membuat para pegawai lain yang baru datang ke
kantor terdiam sejenak. Namun, detik berikutnya, mereka memberi acungan jempol
secara diam-diam atas keberanian Nindi.
"Anak muda zaman
sekarang memang beda!" bisik salah satu dari mereka sambil tersenyum puas.
Ketua tim yang merasa
dipermalukan di depan umum mulai kehilangan kendali, "Oke, anak baru! Mau
sok jago, ya? Semua berkas yang aku kasih buat kamu kerjakan kemarin sudah
beres atau belum?"
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: