Bab 412
Brando pernah berkata,
tidak ada adik yang tidak bisa diajari. Seperti saat mereka masih anak-anak,
setelah dipukul, adiknya akan menurut.
Brando berhenti dan
berjongkok di depan Nindi." Lihat, aku sudah memperingatkanmu berkali-kali
sebelumnya. Aku menyuruhmu untuk nggak macam -macam denganku. Tapi kamu nggak
percaya. Sekarang kamu yang merasakan sakitnya, 'kan?"
Nindi menutupi wajahnya
dan terus terisak.
Brando tersenyum tipis,
lalu dia berkata dengan suara lembut, "Jangan nangis, Kakak hanya
memberimu pelajaran. Aku nggak akan benar-benar memukulmu sampai mati. Kamu ini
satu-satunya adikku."
Nindi tiba-tiba menurunkan
tangannya, tidak ada jejak air mata di wajahnya.
Dia menatap Brando di
depannya sambil tersenyum cerah.
Ketika Brando melihat
senyum itu, hawa dingin tiba -tiba merayapi punggungnya.
Firasat buruk muncul di
hatinya.
Dia mengerutkan kening
dan bertanya, "Kenapa kamu tersenyum? Apa kamu belum cukup dipukuli?"
Saat itu, Sania bergegas
naik ke lantai atas dan berkata sambil terengah-engah, "Kak Brando,
videonya... dia merekam video."
Mendengar hal itu,
ekspresi wajah Brando langsung berubah drastis.
Dia menunduk, melihat ke
arah Nindi, lalu meraih kamera kecil yang tersembunyi di kerah bajunya dan
menginjaknya hingga hancur.
Mata Brando memerah,
nadanya penuh amarah." Beraninya kamu menjebakku! Nindi, apa kamu ingin
mati?"
Nindi menepis tangan Brando
dan berkata, " Sekarang yang tamat itu kamu, bukan aku."
"Heh, video yang
baru saja kamu rekam sudah kuhancurkan. Apa yang bisa kamu gunakan untuk
mengancamku?"
Brando mencoba
menenangkan diri, lalu kembali menginjak kamera itu dan membungkuk untuk
mencari kartu memorinya.
Sania yang berdiri di
sampingnya mulai menangis. " Kak Brando, dia melakukan siaran langsung...
sudah banyak orang yang melihatnya," ujarnya.
Sekarang menghancurkan
kamera pun sudah tidak ada gunanya.
"Apa? Siaran
langsung?"
Brando sangat ketakutan
hingga wajahnya pucat. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
Dia buru-buru
mengeluarkan ponselnya. Ada banyak panggilan tak terjawab dari agensinya, serta
sebuah pesan yang mengingatkannya bahwa Nindi sedang melakukan siaran langsung.
Namun, demi bisa memberi
pelajaran kepada Nindi, dia sengaja mengatur ponselnya ke mode senyap.
Dia tidak menerima pesan
pengingat itu.
Tangan Brando mulai
gemetar, kepanikan besar melanda dirinya.
Jika itu benar siaran
langsung dan dengan jumlah penggemar Nindi yang begitu banyak, berita ini pasti
sudah menyebar ke seluruh internet.
Brando langsung
berkeringat dingin. Seumur hidupnya, dia belum pernah merasa takut seperti ini.
Gawat, dirinya
benar-benar tamat.
Dia tahu lebih baik dari
siapa pun tentang bagaimana aturan di lingkaran ini bekerja. Pada dasarnya,
skandal sebesar ini adalah pukulan telak yang menghancurkan.
Sementara itu, Nindi
perlahan bangkit dari lantai. Gerakan kecil itu membuat lukanya tersentuh tanpa
sengaja. Hal itu membuatnya menarik napas dalam-dalam untuk menahan sakit.
Demi membuat aktingnya
lebih meyakinkan, dia memang benar-benar menerima beberapa pukulan tanpa
menghindar.
Untungnya, Cakra pernah
mengajarinya teknik bela diri, termasuk cara melindungi diri dalam situasi seperti
ini agar luka yang diterimanya bisa seminimal mungkin.
Nindi mendongak, menatap
Brando yang sudah penuh keringat dingin. "Bagaimana aktingku tadi?"
"Nindi, apa kamu
sudah gila? Apa untungnya buatmu kalau menghancurkanku?"
Suara Brando berubah, terdengar
agak bergetar.
Sania pun bergegas
datang dan langsung menuduh, "Nindi, Kak Brando sudah begitu baik padamu!
Sejak kecil dia selalu melindungimu, tapi ini balasanmu? Kamu malah ingin
menghancurkannya! 11
Jika reputasi Brando
benar-benar hancur, maka semua kesempatan dan koneksi yang Brando janjikan
padanya juga akan lenyap.
'Nindi, dasar perempuan
licik, beraninya dia menyiarkan semua ini secara langsung!' pikir Sania.
Nindi menatap dua orang
yang sudah kehilangan kendali itu, lalu tertawa. "Sania, kalau menurutmu
dia memperlakukanku dengan baik, kenapa kamu nggak coba merasakan pukulan
darinya juga?"
Sania langsung menciut.
"Aku selalu menurut pada Kak Brando," jawabnya.
Brando berjalan
mendekati Nindi, matanya merah penuh emosi. "Nindi, ini sudah kedua
kalinya. Waktu kecil dulu, kamu hampir membunuhku. Sekarang kamu ingin
mengulanginya lagi?!"
"Kedua
kalinya?" Nindi menatapnya tajam. "Kalau begitu, coba bilang kapan
pertama kalinya!" Dia tidak mau menerima tuduhan tanpa dasar.
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: