Bab 530
Saat ini, hati Sofia terasa hancur
berkeping -keping.
Bertahun-tahun dia berada di sisi
Riska, semua demi satu tujuan ... yaitu agar suatu hari nanti dia bisa menikah
dan menjadi keluarga Julian. Namun, akankah semua itu kini sia-sia?
Sofia berusaha mempertahankan
ketenangannya dan memperbaiki ekspresi wajahnya, lalu melangkah mendekat,
"Tante Riska, Nindi, kok kalian bisa di sini?"
Nindi menoleh dan melihat Sofia yang
mengenakan gaun bermerek. Senyum di wajahnya tampak anggun dan berkelas, persis
seperti seorang sosialita sejati.
Sebelum Nindi sempat menjawab, Riska
sudah lebih dulu menyahut, "Aku bawa dia ke sini buat bikin kartu
anggota."
"Ah, maaf. Aku belakangan ini
terlalu sibuk sampai lupa. Nindi pertama kali datang ke sini, ya? Kalau nggak
punya kartu anggota, memang nggak bisa masuk."
Nada bicara Sofia terdengar menyesal.
Lalu, dia segera menoleh ke arah sang manajer, "Buatkan Nindi kartu
pengunjung. Daftarkan atas namaku."
Namun, Nindi langsung mengerutkan
kening dan menolak tegas, "Nggak perlu."
Dia sama sekali tidak ingin berurusan
dengan keluarga Morris, apalagi menerima sesuatu atas nama Sofia.
Sofia tetap tersenyum seraya berkata,
"Nindi, nggak perlu sungkan. Pasti akan ada acara lain di tempat ini
nanti. Kebanyakan dari kita juga akan sering berkumpul di sini. Pasti lebih
praktis kalau kamu bisa keluar-masuk dengan mudah."
"Sofia, nggak perlu repot-repot
begitu. Lebih baik langsung buatkan Nindi kartu anggota saja. Itu lebih praktis
dibanding kartu pengunjungmu itu."
Ekspresi Sofia langsung muram
seketika. Dia sengaja menyarankan kartu tamu dan mencegah RIska memberikan
kartu anggota untuk Nindi.
Namun, siapa sangka kalau ternyata
Riska bisa memperlakukan Nindi sebaik itu.
Riska langsung menoleh ke arah
manajer, "Buatkan dia kartu anggota."
Manajer itu pun buru-buru mengangguk,
lalu bertanya, "Nona, apa kamu bawa kartu identitas?"
Nindi menggeleng, "Nggak
bawa."
Sofia langsung menghela napas lega,
kemudian menoleh ke manajer, "Seingatku, ada minimal saldo rekening kan
untuk membuat kartu anggota? Berapa minimalnya?"
"Minimal 20 miliar."
Nindi tetap tenang setelah
mendengarnya. Dua puluh miliar memang bukan jumlah yang sedikit, tetapi melihat
tempat ini, wajar jika hanya orang-orang kaya yang bisa masuk.
Sofia lalu menatapnya dan berkata, "Nindi,
lain kali kalau kamu bawa kartu identitas, aku pasti bakal pinjamin uang buat
verifikasi asetmu."
Nindi selalu merasa Sofia sedikit
menganggapnya musuh. Namun, mungkin ini hanya perasaannya saja yang terlalu
berlebihan.
Nindi pun kembali menolak dengan
tegas, "Nggak perlu, aku punya kalau 20 miliar."
Sofia langsung terkejut,
"Ternyata keluargamu kasih uang saku lumayan banyak juga, ya."
Terlebih lagi, berdasarkan perkiraan
aset keluarga Lesmana, memiliki 20 miliar bukanlah angka kecil.
Bahkan, Serena saja tidak memiliki
uang saku sebanyak itu dalam sebulan.
"Kak, dari mana dia bisa dapat
uang sebanyak itu? Pasti dari menjual semua warisan yang ditinggalkan orang
tuanya, ya!"
Suara Serena yang dipenuhi amarah
terdengar jelas saat dia melangkah mendekat. Tatapannya penuh kebencian, seolah
tak rela melihat kesombongan Nindi.
Raut wajah Nindi berubah datar saat
mendengar Serena menyebut tentang warisan orang tuanya.
Dia kemudian menatap Serena dengan
tenang, " Serena, apa kamu tinggal di dekat laut?"
"Nggaklah, aku tinggal di area
vila di Jalan Raya Sentral!"
Jawab Serena dengan arogan.
Namun, Sofia langsung menangkap makna
tersirat dalam kata-kata Nindi dan buru-buru menegur sang adik, "Serena,
kenapa ngomong begitu? Apa aku mengajari seperti itu selama ini?"
Serena tampak tidak terima, tetapi
juga tidak berani membantah kakaknya. Dia hanya bisa melotot tajam ke arah
Nindi. Si jalang ini memang menyebalkan.
Riska, yang sudah muak dengan sikap
Serena pun ikut berbicara, "Sofia, kamu harus bisa kendalikan adikmu.
Bicaranya saja nggak sopan sama sekali. Ngapain juga dia mengurus harta orang
lain?"
"Tante Riska, Tante benar. Aku
akan mendidik Serena lebih baik lagi."
Sofia menahan amarah dalam hatinya.
Memiliki adik yang tidak bisa diandalkan seperti ini benar -benar membuatnya
lelah.
Nindi memang melihat Serena yang
tengah ditegur. Namun, dia tahu betul bawa kakak beradik ini bukan orang
sembarangan. Kedudukan mereka jauh lebih tinggi dari yang lain.
Riska kemudian berkata, "Nindi,
kalau uangmu belum ada, aku bisa bantu tambahin dulu."
"Nggak perlu, aku punya
kok."
Tanpa banyak bicara, Nindi langsung
mengeluarkan kartu banknya.
Sania yang sejak tadi diam akhirnya
buka suara, " Kak Nindi, setahuku warisan yang kamu terima semuanya berupa
aset properti. Dari mana kau punya uang sebanyak ini?"
Nindi menatapnya dengan sengit,
"Diamlah."
"Kak Nindi, jangan salah paham!
Aku cuma khawatir. Kamu nggak mungkin melakukan yang nggak seharusnya, 'kan?
Soalnya, acara lelang amal beberapa hari lalu memang berhasil kumpulkan sekitar
20 miliar."
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: