Bab 540
Keputusan apa yang bisa Nindi buat?
Pada akhirnya, dialah yang
disalahkan.
Darren mengerutkan keningnya dan
berkata, "
Waktu itu aku dalam perjalanan ke
sini. Aku nggak bisa angkat telepon soalnya ada hal lain yang harus aku
urus."
"Terus kalau kalian nggak keburu
datang dan dia mati gara-gara nggak diamputasi, gimana?"
"Mana mungkin? Dokter pasti akan
lakuin sesuatu. Nindi, kamu memang harus tanggung jawab dalam hal ini. Kamu
berutang pada Kak Witan."
Dalam satu kalimat, Darren langsung
melempar semua tanggung jawab kepada Nindi.
Nindi berkata sambil menatap Darren
dengan dingin, "Jelas-jelas dulu kamu nggak bilang begitu. Kamu bilang
kalau kamu nggak buru-buru datang ke sana, jadi keputusannya di tangan dokter
saja."
"Nindi, kamu pasti salah dengar.
Aku minta dokternya berusaha sebaik-baiknya untuk selamatkan kakinya dulu,
bukan langsung setuju buat amputasi begitu saja."
Dengan nada sedikit kesal, Darren
berkata, "Nindi, waktu itu kamu masih kecil dan panik, kamu pasti salah
ingat perkataanku."
Nindi menarik napas dalam-dalam. Dia
tahu bahwa sekarang Kak Darren tidak akan mengakui apa-apa.
Dia sudah menyadari keegoisan
keluarga Lesmana sejak lama.
Dengan tatapan dingin, Nindi berkata
kepada Witan, "Aku tandatangan di dokumen itu karena dokter yang saranin.
Aku nggak merasa bersalah. Kalau kamu nggak terima, tuntut saja dokter yang
ambil keputusan itu."
"Nindi, kamu kira aku menuduhmu
tanpa alasan? Kak Sean juga bilang kalau amputasi bukan pilihan terbaik.
Masalahnya, kamu nggak berusaha minta dokter coba cari cara lain dan malah
setuju sama tindakan amputasi itu."
Witan menjadi depresi karena kejadian
itu.
Andai saja Nindi tidak menyetujuinya,
dia tidak akan kehilangan kakinya seperti ini.
Sania merasa agak senang dan berkata
dengan nada manis penuh sindiran, "Nindi, selama ini aku nggak pernah
bahas ini, tapi sekarang aku harus jujur. Waktu itu kamu sendiri yang minta
dokter untuk melakukan amputasi."
Nindi meraih dagu Sania dan
mencubitnya. "Jadi kamu juga ikut menyebar kebohongan, hah?" kata
Nindi.
"Nindi, apa yang kamu lakukan?
Lepasin aku!"
Witan langsung mengambil kruk dari
kursi rodanya dan memukul kaki Nindi dengan keras.
Nindi melepaskan tangannya karena
kesakitan. Dia menunduk dan melihat bekas merah mulai muncul di kakinya.
Sania cepat-cepat berlindung di
samping Witan." Kak Witan, aku cuma jujur, tapi Kak Nindi jadi emosi,
" ujar Sania.
"Aku tahu, jangan khawatir, aku
pasti melindungimu."
Witan pun langsung membentak Nindi,
"Belum cukup kamu hancurin kakiku, kamu juga mau hancurin Sania juga?
Percaya atau enggak, aku bisa patahin kakimu juga, biar kamu tahu rasanya jadi
cacat!"
"Stop!"
Leo buru-buru masuk dan langsung
menghalangi kruk Witan, lalu berkata, "Kak Witan, jangan main hakim
sendiri!"
Leo merebut tongkat itu dan
membuangnya dengan kasar.
Nindi menatap Darren sambil menahan
nyeri di kakinya. "Nggak peduli apa pun yang kalian bilang, aku akan tetap
melaporkannya! Sania terima suap, itu melanggar hukum!"
Jangan coba-coba mengubah topik, Nindi
tidak akan termakan trik ini.
Saat ini, Darren tidak mengatakan
apa-apa.
Sania menarik tangan Witan dan
berkata manja, " Kak Witan, aku juga ditipu sama pemasoknya."
Witan menatap Darren dan bertanya,
"Kak Darren, apa kamu benar-benar cuma diam saja?"
Darren berkata dengan tenang,
"Aku nggak bisa berbuat apa-apa. Dia sendiri yang bertindak bodoh."
Dia tidak mau lagi membereskan
kekacauan yang dibuat Sania.
Leo menyindir, "Kak, Sania bukan
bagian dari keluarga kita. Kalau dia dibawa polisi, itu juga nggak akan
berdampak apa-apa ke keluarga Lesmana."
"Siapa bilang Sania orang
luar?"
Witan langsung menggenggam tangan
Sania dan berkata, "Dia calon istriku, kami akan menikah."
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: