Bab 555
Nindi menatap Witan
sesaat, lalu dengan mudah melepaskan genggaman jarinya.
Tangan Witan gemetar menahan
sakit. Ia menatap tangannya dengan terkejut, karena tidak menduga bahwa Nindi
sekuat itu.
Ketika menyadari Sania
berdiri di sampingnya, Witan seketika merasakan harga dirinya kembali merosot.
la lantas menunjuk
hidung Nindi dengan marah." Nindi, aku sudah cukup baik loh sama kamu!
Kalau bukan gara-gara kamu, kakiku nggak bakal jadi begini! Beraninya kamu
mempermalukanku!"
"Jujur saja, aku
sudah lama penasaran, waktu kamu amputasi dulu, otakmu ikutan dibuang,
ya?" cibir Nindi.
Seingatnya, sebelum
kejadian itu, Witan masih begitu normal.
Wajah Witan memerah
karena marah. "Nindi! Kakiku jadi begini gara-gara kamu, tapi kamu malah
menghinaku? Lihat saja, aku bakal suruh Kak Darren buat kasih kamu
pelajaran!"
Cakra yang berdiri di
samping Nindi ikut berkata, " Dulu, Kak Darren yang kamu bilang baik itu
kabur dari tanggung jawab dan nggak angkat telepon. Nindi yang turun tangan
langsung buat nyelametin kamu. Siapa sangka, orang yang dia selamatin malah
nggak tahu diri begini!"
Witan sama sekali enggan
mendengarkan. Kehidupannya yang malang bermula sejak kakinya diamputasi
Jika tidak, sudah lama
ia akan mendekati Sania.
Nindi menggandeng tangan
Cakra. "Ayo pergi, nggak ada gunanya ngeladenin orang kayak dia."
"Nindi, berhenti di
sana! Siapa yang ngizinin kamu pergi, hah?" ucapnya.
Witan seketika
kehilangan kendali diri, ia tidak menduga Nindi akan mempermalukannya tanpa
segan.
Sebelumnya, karena
merasa bersalah, Nindi selalu menuruti segala permintaannya tanpa keberatan.
Kenapa setelah lama
tidak berjumpa, Nindi seakan-akan berubah menjadi orang lain?
Nindi menaiki mobil dan
pergi, tetapi kemudian ia melihat Witan terjatuh dari kursi rodanya. Ia tampak
sangat menyedihkan.
Pandangannya sedikit
menyipit, pada akhirnya ia tetap tidak turun dari mobil.
Seandainya terjadi di
masa lalu, ia pasti akan merasa sangat gelisah. Namun, di kehidupan sebelumnya,
saat Nando mendonorkan ginjalnya untuk Sania', Witan sendiri yang mendorongnya
ke ruang operasi.
Cakra melihat Nindi
terdiam, lalu dengan segera menginjak pedal gas dan melaju pergi.
Sania mengamati dari
samping dan merasa Witan yang jatuh tersungkur ke lantai tampak sangat
memalukan. Ja nyaris berbalik dan melangkah pergi.
Kini, bahkan Darren
tidak lagi sependapat dengannya. Satu-satunya harapan yang tersisa hanyalah
Witan, yang disabilitas ini.
Sania terpaksa menahan
ketidaknyamanannya dan segera membantu Witan berdiri.
Witan menggenggam tangan
Sania dengan erat. " Sania, aku janji, kamu akan baik-baik saja. Aku akan
melindungi pacarku."
Tatapan Sania sekilas
dipenuhi rasa muak. Hanya dengan mengandalkan Witan, si pecundang yang tidak
berguna dan tidak memiliki apa pun itu, jelas tidak akan ada yang dapat ia
berikan.
Nindi beranjak dari
Restoran Pyrus dengan menaiki mobil bersama Cakra.
Ponselnya terus
berdering, memperlihatkan panggilan dari Witan.
Nindi hanya meliriknya
sekilas, dan segera memblokirnya.
Lagi pula, Witan jarang
berada di rumah dan keduanya hampir tidak pernah berkomunikasi.
Tak lama kemudian,
sebuah pesan muncul dari grup.
Witan menyebut Nindi di
dalam grup keluarga, "
Gila, beraninya kamu
memblokirku! Kamu merasa bersalah, 'kan?"
"Nindi, kakiku jadi
begini gara-gara kamu. Aku sudah cukup baik karena nggak patahin kakimu, tapi
beraninya kamu melawanku!"
"Nindi, aku tahu kamu
sudah baca. Keluar dong, bicara!"
Nindi hanya melirik
ponselnya sekilas dan tertawa sinis.
Cakra menoleh ke
arahnya. "Kenapa?"
"Orang yang tadi
ditahan di gerbang masuk Restoran Pyrus lagi marah-marah di grup, nyalahin
semua orang," ucapnya.
Nindi membaca pesan itu
tanpa ekspresi sedikit pun.
Cakra sedikit
mengernyit. "Mau balik ke kampus atau langsung ke apartemen?"
"Pulang ke
apartemen saja!" jawabnya.
Hari ini, Nindi tidak
ingin kembali ke kediaman keluarga Lesmana.
Agar ia tidak
dikejar-kejar 'anjing gila' itu.
Permasalahan dengan
pemasok telah selesai, dan bukti bahwa Sania menerima suap telah terbukti. Jika
Darren tetap ingin melindungi Sania, maka pria itu harus menyetujui syarat
darinya.
Malam ini, ia tidak
kembali ke kediaman keluarga Lesmana, agar Darren dapat mempertimbangkannya.
Mungkin Witan dan Sania
akan terus mengusiknya.
Segera, keduanya pun
tiba di tempat parkir apartemen.
Nindi menoleh dan
menatapnya, lalu berdeham sebelum berkata, "Mau mampir dulu?"
Usai berkata seperti itu,
ia tiba-tiba menyadari bahwa kalimatnya terdengar sedikit aneh.
Suasana di dalam mobil
begitu senyap, hanya ada mereka berdua di sana.
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: