Bab 560
"Aku nggak bakal
biarin kamu mati!" ucap Witan.
Witan tampak begitu
gelisah. "Kalau kamu mati, hidupku ini juga nggak ada gunanya."
Usai berbicara, Witan
turut meraih pisau buah lain dari atas meja, tetapi Darren dengan sigap
merebutnya.
"Kak Darren, kamu
'kan tahu dari dulu aku suka banget sama Sania. Tapi karena kakiku cacat, aku
merasa nggak pantas buat dia, jadi aku nggak berani jujur, dan cuma bisa
melindunginya diam-diam. Tapi, kalau ia bersedia bersamaku, aku siap mati buat
melindunginya.'
Darren menggenggam pisau
buah, seluruh tubuh Witan tampak jauh lebih lemah dan putus asa.
Ia menyaksikan drama itu
dari samping, dengan memegang piring buah di tangannya. "Lanjut dong, kok
malah berhenti sih?"
"Nindi, kamu nggak
punya hati, ya? Kamu beneran tega lihat Sania mati, hah?" tanya Witan.
Witan sangat marah, ia
menepis piring buah yang berada di tangan Nindi hingga terbalik.
Nindi dengan santai
berkata, "Sebenarnya, bisa saja sih kalau mau aku berhenti menuntut Sanía.
Aku sudah kasih tahu syaratnya ke Kak Darren kok, tapi kayaknya dia belum
bilang ke kalian, ya?"
Witan dan Sania kompak
menoleh ke arah pria itu.
Witan segera bertanya,
"Kak Darren, apa syarat yang diminta Nindi?"
Ekspresi wajah Darren
tampak sedikit canggung, tetapi ia memilih untuk tetap diam.
Nindi tersenyum dan
berkata, "Kak Witan, dulu waktu kamu kecelakaan dan harus diamputasi,
selama itu juga aku yang disalahkan. Kayaknya sekarang sudah saatnya buat Kak
Darren jelasin yang sebenarnya terjadi."
Ia pun menoleh ke arah
Darren dan berkata, "Kalau Kak Darren mau ngomong yang sebenarnya soal
kejadian waktu itu, aku bakal anggap masalah ini selesai. Syarat ini cukup
menguntungkan, 'kan?"
Witan melangkah maju dan
menatap Darren. "Kak, sebenarnya ada apa sih?"
Darren yang terdesak
hingga titik ini, hatinya dipenuhi amarah, tetapi ia sama sekali tidak mampu
menekan Nindi.
la mengatupkan giginya
dan berkata, "Witan, waktu kamu kecelakaan dan harus diamputasi, aku
sebenarnya juga sangat terpukul. Aku beneran nggak tahu harus ambil keputusan
apa. Tolong kamu mengerti perasaanku waktu itu!"
Nindi segera menyela
perkataan Darren yang bertele -tele. "Jadi, waktu itu kamu sengaja nggak
angkat telepon supaya aku yang harus ambil keputusan, ' kan?"
Wajah Darren memucat,
kemudian ia berkata kepada Witan. "Waktu itu aku juga terpaksa..."
"Tuan Darren, kamu
cukup jawab, iya atau nggak," pinta Nindi.
Nindi terus mendesak
Darren untuk menjawab dengan jelas!
Wajah Darren menegang
sejenak, kemudian barulah la menjawab, "Iya."
Nada suaranya terdengar
ragu.
Nindi menoleh ke arah
Witan. "Dengar, 'kan? Bukan aku yang bikin kakimu jadi seperti itu!"
Raut wajah Witan berubah
bagaikan palet warna. Ia menatap Darren dengan ekspresi tidak percaya. "
Kenapa? Padahal waktu itu kakiku masih bisa diselamatkan!"
Jika yang memutuskan
adalah Darren, mungkinkah hasilnya akan berbeda?
Mungkinkah kakinya masih
bisa diselamatkan?
Ekspresi wajah Darren
semakin muram. Mengakui hal ini lebih menyiksa baginya daripada kematian. Ia
menatap Nindi dengan sorot mata tajam. "Aklı sudah turutin maumu, sekarang
giliran kamu. Jangan lagi menyeret Sania ke dalam masalah ini."
"Oke, tapi dia
nggak boleh ikut campur lagi soal Yayasan!" balas Nindi.
Saat ini, Nindi tidak
lagi menargetkan Sania.
Sania yang berada di
sampingnya segera tersenyum begitu tahu dirinya aman. "Kak Darren,
makasih. Aku janji nggak bakal buat kesalahan yang sama dan bikin kamu malu
lagi."
Darren menatap Witan
dengan sedikit rasa bersalah. "Aku bakalan menebus kesalahanku
padamu."
"Aku mau nikah sama
Sania, kamu nggak boleh melarangnya!" ucap Witan.
Witan segera menggenggam
tangan Sania. Saat ini, itulah yang paling ia inginkan.
Ekspresi Darren berubah
dingin. "Kalau itu nggak boleh!"
"Kenapa?
Jangan-jangan Kak Darren suka sama Sania, ya?" celetuk Witan.
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: