Bab 571
Nindi menatap keterkejutan Yanisha,
yang disertai perasaan canggung dan bersalah.
Wajah Yanisha pun memerah. Akhirnya,
dia mengucapkan tiga kata, "Maafin aku, ya."
Nindi sempat mengira Yanisha akan
memberikan banyak pembelaan. Namun, tak disangka, dia justru mineta maaf dengan
begitu lugas. Hal ini cukup mengejutkan Nindi.
Bagaimanapun, orang-orang dari
keluarga Lesmana tak akan pernah meminta maaf jika-dalam keadaan ini. Mereka
justru akan mencari berbagai alasan.
Bahkan, pada akhirnya, mereka bisa
saja memerasnya dengan dalih moral.
Tak disangka, ternyata Yanisha
bukanlah sosok yang seperti itu.
"Memang sudah seharusnya kamu
minta maaf padaku. Insiden saat konferensi pers waktu itu, pasti kamu yang
bocorin, 'kan?" ujar Nindi.
Wajah yanisha makin memerah, lalu
mengangguk, " Iya, aku minta maaf."
Nindi berpikir sejenak, kemudian
bertanya, "Pasti selama ini kamu kira semua yang teradi gara-gara aku
membangkang keluarga, 'kan?"
"Awalnya, aku memang berpikir
begitu. Tapi setelah beberapa waktu ngobrol denganmu, menurutku kamu bukan
orang yang seperti itu. Itu sebabnya aku mulai ragu dengan gadis bernama Sania
itu. Aku juga sadar kalau kakakmu memang memperlakukannya dengan cara yang
berbeda."
Nindi berpikir sejenak, lalu berkata,
"Kalau begitu, bagaimana kalau kamu ikut aku ke rumah keluarga Lesmana
buat makan malam? Kamu bakal lebih paham dengan kondisinya kalau sering ngobrol
dengan mereka."
"Boleh juga."
Yanisha langsung mengangguk. Dia juga
tak ingin terus berada dalam ketidaktahuan.
Yanisha melirik sekilas ke arah
Nindi, lalu berkata dengan hati-hati, "Tentang insiden di konferensi pers,
anggap saja aku berhutang padamu. Aku bakal membayarnya nanti."
Sebenarnya, Nindi sangat ingin
mengatakan bahwa Darren tidaklah cocok dengan Yanisha.
Namun, pada akhirnya Nindi menahan
diri. Lagi pula, dia tidak ingin terlalu banyak terlibat dalam urusan keluarga
Lesmana yang penuh intrik.
Dia merasa bahwa kakaknya bukan
tipikal pria yang bersedia menjadi menantu yang akan menuruti mertua.
Darren pasti punya tujuan lain.
Setelah makan malam, Nindi dan Galuh
pergi ke markas tim.
Semua orang tengah berlatih.
Nindi melihat Yudha yang duduk di
depan komputer. Baik dari segi teknik permainan maupun instingnya, dia memang
berbakat. Dalam waktu singkat, kemajuannya sangat pesat.
Tiba-tiba, Nindi teringat seseorang
yang pernah dia temui di kehidupan sebelumnya. Cara bermain Yudha sangat mirip
dengan orang itu.
Namun, jika dipikir-pikir, gaya
bermain Cakra juga sangat mirip dengannya.
Bagaimanapun, mekanisme karakter
dalam permainan ini memang tidak jauh berbeda.
Akan tetapi, ada satu cara untuk
membedakannya.
Di kehidupan sebelumnya, Nindi
berhasil menguasai teknik dua belas serangan beruntun karena diajari oleh orang
itu.
Namun, anehnya, Yudha tidak pernah
memperlihatkan teknik tersebut di depannya.
Nindi berjalan mendekat dan duduk di
samping Yudha, "Apa kamu bisa melakukan dua belas serangan beruntun?"
"Aku pasti sudah masuk tim
nasional sejak dulu kalau bisa pakai teknik sesulit itu."
"Tapi, waktu itu aku sempat
lihat Yudha mencobanya beberapa kali, bahkan hampir berhasil. Kalau dia lebih
sering berlatih, pasti bisa melakukannya!" sahut Galuh dari samping.
Nindi tampak terkejut, "Kamu
pernah latihan dua belas serangan beruntun sebelumnya?"
"Iya, lagi pula, aku juga
menyukai King. Dia idolaku.
Nindi tersenyum tipis, "Dia juga
idolaku."
Nindi seketika teringat, orang itu
sepertinya juga seorang penggemar King. Jika tidak, mana mungkin begitu paham
dengan teknik dua belas serangan beruntun?
Sepanjang sore itu, Nindi terus
berlatih tanding dengan Yudha. Dia benar-benar penasaran, mungkinkah Yudha
memang orang yang sama dengan yang dia temui di kehidupan sebelumnya.
Namun, Yudha selalu gagal di detik
terakhir.
Melihat ekspresi kecewa di wajah
Yudha, Nindi pun berkata, "Dulu, aku juga butuh waktu sangat lama buat menguasainya.
Kamu sangat berbakat. Pasti bisa kalau giat berlatih."
"Kapten, terima kasih sudah
ajari aku banyak teknik. Aku pasti akan bekerja keras."
Nindi melirik jam. Ternyata sudah
cukup malam, bahkan hampir semua orang sudah pulang.
"Biar aku antar kamu pulang.
Kebetulan aku juga mau kembali ke asrama."
Setelah mematikan lampu dan mengunci
pintu, Nindi dan Yudha berjalan bersama menuju asrama.
Begitu sampai di depan gedung asrama,
Yudha tiba-tiba berhenti, "Kapten, ke depannya, aku mau banyak belajar
darimu. Jangan bosan denganku, ya."
"Nggak akan."
Nindi melambaikan tangan sebelum
berbalik menuju asramanya.
Saat berbalik, dia refleks
mengeluarkan ponselnya. Tidak ada pesan dari Cakra.
Dia menatap layar sebentar, lalu
memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku.
Begitu masuk ke kamar, Nindi melihat
beberapa kantong diletakkan di atas mejanya.
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: