Bangkit dari Luka ~ Bab 575

   

Bab 575

 

Nindi marah hingga matanya memerah. Dia tidak menyangka Cakra malah balik menuduhnya!

 

Cakra melihatnya hampir menangis. Jadi, dia melembutkan suaranya, "Bukan itu maksudku, aku nggak bilang kamu selingkuh."

 

Akan tetapi, tadi Nindi memang berdiri terlalu dekat dengan lelaki itu.

 

Dia tidak suka melihat Nindi sedekat itu dengan pria lain.

 

Nindi menahan air matanya, lalu menepis tangan Cakra, "Lepaskan dia."

 

Kali ini, Cakra menurut. Dia melepaskan cengkeramannya, kemudian menunduk seraya berkata dengan lirih, "Sebenarnya kamu kenapa?"

 

"Nggak kenapa-napa."

 

Nindi mengabaikannya. Dia mengambil handuknya sendiri dan menyerahkannya kepada Yudha, "Pergi basuh wajahmu pakai air dingin dulu, biar mimisanmu berhenti."

 

Cakra melihat Nindi memberikan handuknya pada Yudha. Tanpa pikir panjang, dia langsung merampasnya dan berkata dengan suara yang dalam, "Pakai punyaku saja."

 

Dia lalu menyodorkan handuknya.

 

Namun, Yudha enggan menerimanya. Dia malah menatap Nindi, "Kamu nggak apa-apa sendirian?"

 

"Aku nggak apa-apa. Kamu urus saja dulu lukamu, maaf soal tadi,"

 

Dia benar-benar tidak menyangka Cakra sampai tega memukul orang.

 

Yudha menatap Cakra sejenak sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan ring tinju.

 

Tak butuh waktu lama, suasana pun kembali tenang.

 

Nindi melirik handuk di tangan Cakra, lalu mengulurkan tangannya, "Berikan padaku."

 

Namun, Cakra tidak melepaskannya. Dia justru melangkah mendekati Nindi dan berkata dengan canggung, "Tadi aku melihatmu terlalu dekat dengan pria lain. Itu sebabnya aku salah paham."

 

Nindi bahkan sengaja menyerahkan handuknya ke pria lain tepat di depan matanya. Apa Nindi menganggapnya tidak ada?

 

Nindi langsung membalas, "Terus, kamu sendiri bagaimana?"

 

Cakra melihat tatapannya yang penuh tuntutan. Dia menjawab dengan nada muram, "Setiap kali aku latihan, nggak pernah ada perempuan yang menemani, kok."

 

"Aku bukan tanya soal itu. Katamu mau bicara, 'kan? Oke, aku tunggu penjelasanmu."

 

Nindi benar-benar ingin tahu bagaimana Cakra akan menjelaskan semuanya.

 

Cakra menjilat bibirnya yang kering, "Malam itu aku nggak balas pesanmu gara-gara nenekku kritis di rumah sakit. Selain itu, ada urusan mendesak di perusahaan yang harus aku tangani. Jadi, aku nggak sempat balas. Menurutku, pesannya juga bukan sesuatu yang mendesak, kupikir balas nanti saja."

 

Siapa sangka Nindi akan semarah ini.

 

Setelah mendengar penjelasannya, hati Nindi justru terasa tenang.

 

Dia pun berkata, "Cuma itu?"

 

"Iya, Cuma itu. Kalau pesanmu malam itu memang mendesak dan butuh balasan segera, aku pasti bakal langsung balas."

 

Cakra sedikit membungkuk dan menatapnya dengan sorot penuh ketulusan. Dia bahkan rela melakukan apa pun karena saking gelisahnya. 1

 

Namun, tatapan Nindi tetap dingin hingga membuat Cakra semakin cemas. Dia lalu meraih tangan Nindi dan berkata, "Kalau memang ada kesalahan lain yang kulakukan, bilang saja."

 

Terkadang, dia benar-benar tidak bisa menebak apa yang dipikirkan seorang perempuan.

 

Namun, Nindi kembali menarik tangannya.

 

Genggaman Cakra kosong seketika. Bibirnya bergerak gelisah, seolah ingin segera meyakinkannya, "Nindi, lain kali aku janji akan langsung balas pesanmu."

 

Nindi menatapnya dalam-dalam, "Cakra, aku tanya sekali lagi. Penjelasanmu cuma ini? Nggak ada hal lain yang mau kamu katakan?"

 

Cakra menekan lidahnya ke pipi bagian dalam. Dia sebenarnya ingin memberi tahu Nindi tentang identitasnya.

 

Akan tetapi, saat ini Nindi masih marah.

 

Jika dia mengatakannya sekarang, bukankah Nindi bisa langsung memutuskan hubungan dengannya?

 

Nyali Cakra ciut seketika.

 

Dia melirik Nindi dengan hati-hati, "Boleh nggak kalau aku ngomongnya setelah suasana hatimu lebih baik saja?"

 

Sekarang saja Cakra masih belum berhasil menenangkannya.

 

Jika Nindi sampai tahu dia menyembunyikan sesuatu, bukankah itu benar-benar akhir baginya?

 

"Kalau nggak mau ngomong, lebih baik nggak perlu ngomong sekalian."

 

Nindi menepis tangan Cakra dan langsung turun dari ring tinju.

 

"Nindi, tunggu."

 

Cakra tidak punya pilihan selain mengikutinya dari belakang. Dia terus membujuk dengan rasa bersalah, "Nindi, bagaimana kalau nanti kita makan di Restoran Pyrus kesukaanmu ? Atau ada tempat lain yang mau kamu datangi?"

 

PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap

Bangkit dari Luka ~ Bab 575 Bangkit dari Luka ~ Bab 575 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on April 19, 2025 Rating: 5

Post Comments

No comments:

Powered by Blogger.