Bab 605
Kata-kata Nindi benar-benar membuat
Sofia kehilangan muka.
Pria di sampingnya itu pun langsung
menyela dengan tajam, "Kenapa kamu bisa nggak tahu diri begini? Nona Sofia
sudah secara langsung merendahkan dirinya, tapi kamu masih berani
menolaknya?"
"Kamu mungkin suka jadi
penjilat, tapi jangan kira orang lain sama seperti kamu."
Wajah pria itu langsung memerah
karena amarah, " Kamu ini siapa sih sebenarnya? Apa kamu pikir cuma
gara-gara bisa tidur dengan Pak Cakra beberapa kali, terus kamu bisa naik derajat
dan jadi wanita terhormat? Jangan mimpi! Nona Sofia adalah tunangan resminya!
Sedangkan kamu? Kamu nggak lebih dari wanita simpanan!"
"Diam!"
Cakra langsung melayangkan tinjunya
dengan keras dan tanpa ragu.
Tatapan matanya begitu sengit,
"Aku akan bilang dengan jelas sekali lagi. Aku nggak pernah tunangan
dengan keluarga Morris. Kalau ada yang berani menyebarkan rumor ini lagi,
jangan salahkan aku kalau bertindak lebih jauh."
Ruangan tiba-tiba menjadi sunyi.
Sofia hampir tidak bisa menggenggam
gelasnya dengan baik. Dia tak menyangka Cakra akan lebih memilih membela Nindi,
bukan dirinya. Padahal, mereka tumbuh besar bersama....
Namun, siapa sangka Cakra akan
terang-terangan mengklarifikasi bahwa tidak pernah ada pertunangan di antara
mereka? Jika kabar ini menyebar, bukankah dia akan menjadi bahan tertawaan di
lingkaran sosial mereka?
Mengapa dia melakukan ini?
Mata Sofia memerah saat menatap
Cakra, "Cakra ..."
Raut wajah Cakra tetap datar,
"Aku sudah memperingatkanmu sejak lama buat segera mengklarifikasi masalah
ini sendiri. Aku nggak mau pacarku salah paham."
Nindi yang berdiri di sampingnya,
mendengar suara rendah dan dingin yang keluar dari bibir pria itu.
Dia mendongak dan melihat mata Sofia
yang berkaca -kaca. Ekspresinya ini sama sekali berbeda dari ekspresi arogan
yang dipertontonkannya di kafe tempo hari, ketika dia bertingkah seakan menjadi
seorang istri sah yang sedang mengusir wanita simpanan.
Jika bicara soal akting, sepertinya
Nona Besar dari keluarga Morris memang masih lebih unggul.
Sofia menatap Nindi dengan perasaan
semakin terpojok. Dengan suara sedikit bergetar, dia pun bertanya,
"Sekarang kamu puas, 'kan?"
Nindi terkekeh kecil, "Lucu
sekali. Sejak awal, kamu dan Cakra memang nggak pernah tunangan. Bukan aku yang
menyebarkan rumor ini. Jadi, aku juga nggak perlu mengklarifikasinya. Terus apa
hubungannya denganku?"
Sofia menatapnya tajam, suaranya
nyaris putus asa,, "Kalau saja kamu nggak muncul, aku dan dia nggak akan
jadi begini."
Mungkin saja sebuah pertunangan bisa
berubah dari sekadar rumor menjadi kenyataan.
Namun, sejak kemunculan Nindi, semua
harapan dan fantasi Sofia hancur berkeping-keping.
Nindi tidak terima disalahkan tanpa
alasan, "Cakra memang nggak menyukaimu, tapi apa hubungannya denganku?
Seharusnya kamu tanya padanya, bukan ke aku. Otakmu nggak lagi ada masalah,
'kan?"
Pria yang ada di dekat mereka
langsung melangkah inaju dengan wajah tak terima, "Hei, kenapa kamu
ngomong begitu?"
Akan tetapi, sebelum dia bisa
mendekat, Cakra sudah lebih dulu berdiri di depan Nindi dan memperingatkan,
"Dia nggak salah. Bahkan sekalipun Nindi nggak ada, aku tetap nggak akan
tunangan dengan Sofia."
Jari-jari Sofia melemah. Gelas yang
dipegangnya terlepas, jatuh ke lantai dengan bunyi pecahan yang tajam. Wajah
yang biasanya anggun dan penuh percaya diri itu kini terlihat kacau dan tak
berdaya.
Nindi melirik ke sekeliling ruangan
untuk melihat ekspresi orang-orang di sana. Ada keterkejutan, ketidakpercayaan,
bahkan sedikit rasa tertarik.
Seakan-akan, mereka baru saja
menyaksikan sesuatu yang benar-benar di luar dugaan.
Namun, bagi Nindi, satu hal yang
paling jelas terasa adalah detak jantungnya yang tiba-tiba melonjak cepat
setelah mendengar ucapan Cakra.
Pria itu berdiri tegap di depannya,
seolah menjadi benteng yang menutupi semua tatapan penuh rasa ingin tahu semua
orang.
Nindi sedikit menundukkan
pandangannya. Suara orang-orang di sekitarnya menghilang, seolah seluruh dunia
menjadi senyap. Yang terngiang di benaknya hanyalah kata-kata yang baru saja
diucapkan Cakra.
Sofia berkata dengan berderai air
mata, "Cakra ..."
Namun, Cakra hanya menatapnya dingin,
"Panggil namaku dengan benar."
Sofia terisak, "Jadi, demi
Nindi, sekarang kamu mau memutus hubungan denganku?"
Seumur hidupnya, semuanya selalu
berjalan lancar bagi Sofia.
"Waktu nenekku sakit dan dirawat
di rumah sakit, aku nggak sengaja kehilangan ponselku. Kamu yang menemukannya
dan mengembalikannya padaku. Tapi kamu nggak seharusnya menjawab telepon itu.
Gara-gara kejadian itu, aku bertengkar dengan pacarku."
Selama ini, perhatian Cakra hanya
terfokus pada Nindi. Dia bahkan tidak punya waktu atau niat untuk menyelesaikan
masalah ini dengan Sofia.
Namun, karena hari ini sudah
berhadapan langsung, maka lebih baik diselesaikan hingga tuntas.
Nindi terkejut dan mendongak. Dia
bisa merasakan tatapan penuh rasa ingin tahu dari orang-orang di sekitar. Hal
itu membuatnya tak nyaman karena menjadi pusat perhatian.
"Sudahlah, ada banyak orang di
sini," kata Nindi lirih.
Namun, Sofia akhirnya kehilangan
kendali. Dengan suara keras dan penuh emosi, dia pun membalas, " Nindi!
Kamu nggak pantas mengasihaniku!"
Nindi menoleh ke arahnya dan
mendapati Sofia sudah berlinang air mata. Tak ada lagi sisa keangkuhan yang
pernah ditunjukkannya saat di kafe tempo hari.
PROMO!!! Semua Novel Setengah Harga
Cek https://lynk.id/novelterjemahan
Bab Lengkap
No comments: